Rabu, 16 Juni 2010

HUTAN MANGROVE





A.   PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai funsi ekologis dan social ekonomi. Berdasarkan hasil identifikasi tahun 1997 – 2000 luas potensial habitat mangrove Indonesia sekitar 8,6 Juta Ha yang terdiri dari 3,8 juta Ha dalam kawasan hutan dan 4,8 juta  Ha di luar kawasan. Pada saat ini 1,7 juta Ha atau 44,73 % dari hutan mangrove yang berada dalam kawasan hutan dan 4,2 juta Ha atau 87,50 % hutan mangrove yang berada di luar kawasan hutan dalam kondisi rusak.


Kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan oleh tindakan manusia dalam mendayagunakan sumber daya alam wilayah pantai tidak memperhatikan kelestariannya, seperti penebangan untuk keperluan kayu bakar yang berlebihan maupun perubahan fungsi untuk kepentingan penggunaan lahan lainnya seperti tambak, pemukiman, industry dan pertambangan.


Menyadari akan pentingnya hutan mangrove bagi kehidupan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung, maka melalui Gerkan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/Gerhan), direncanakan rehabilitasi terhadap sumber daya tersebut sesuai dengan kondisi biofisik dan social ekonomi masyarakat setempat.



B. PENGENALAN MANGROVE

Kata mangrove berkaitan sebagai tumbuhan tropic dan komunitas tumbuhannya di daerah pasang surut , sepanjang garis pantai (seperti tepi pantai, muara, laguna/danau dipinggir laut dan tepi sungai) dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. FAO (1952) definisi mangrove adalah pohon dan semak-semak yang tumbuh di bawah ketinggian air pasang tertinggi.

Mangrove termasuk varietas yang besar dari family tumbuhan, yang beradaptasi terhadap lingkungan tertentu.


Tomlinson (1986) mengklasifikasikan jenis mangrove menjadi  3 (tiga) kelompok yaitu:  1) Kelompok Mayor, 2) Kelompok minor, 3) kelompok asosiasi mangrove.


Kelompok Mayor

Kelompok ini  memperlihatkan karakteristik morpologi, seperti : system perakaran udara dan mekanisme fisiologis khusus untuk mengeluarkan garam agar dapat menyesuaikan  diri dengan lingkungan mangrove. Komponennya adalah pemisahan taksonomi dari hubungan tumbuhan daratan dan hanya terjadi di hutan mangrove serta membentuk tegakan murni, tetapi tidak perna meluas sampai kedalam komunitas daratan.


Kelompok minor (tumbuhan pantai)

Dalam komponen ini tidak termasuk elemen yang menyolok dari tumbuh-tumbuhan yang mungkin terdapat  disekeliling habitatnya dan yang jarang membentuk tegakan murni.


Asosiasi mangrove

Dalam komponen ini jarang ditemukan spesies yang tumbuh di dalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan darat.


 Struktur  mangrove.

Unsure dominan dalam hutan mengrove adlah pohon-pohon yang tumbuh dan tingginya mencapai lebih 30 m, memiliki tajuk (canopy) lebar, rapat dan tertutup. Banyak juga spesies tumbuhan da fauna lain yang khusus atau eksklusife yang menempati hutan mangrove. Topografi setempat dan karakteristik hidrologi, tipe dan komposisi bahan kimia dari tanah dan pasang surut menentukan tipe ekosistem mangrove yang dapat dibuktikan pada tempat-tempat tertentu.

                       
              C.  CIRI KHAS YANG DIMILIKI MANGROVE

Karakteristik morfologi yang  yang menarik dari spesies mangrove terlihat pada system perakaran dan buahnya, secara terperinci seperti berikut ini:

Sistem Akar

Tanah pada habitat mangrove adalah anaerobic (hampa udara) bila berada di bawah air. Beberapa spesies memiliki system perakaran khusus yang disebut akar udara yang cocok untuk kondisi tanah yang anaerobic (hampa udara).

Ada beberapa tipe perakaran udara, yaitu: akar tunjang, akar napas, akar lutut dan akar papan (banir).

    Buah / bibit

Semua spesies mangrove memproduksi buah yang biasanya disebarkan melalui air. Ada beberapa macam bentuk buah, seperti berbentuk silinder, berbentuk bulat dan berbentuk kacang.

Ø      Benih Vivipari

Umumnya terdapat pada family Rhizophoraceae. Buahnya berbentuk silinder (seperti tongkat) dan disebut bibit viviparous

Bibit Rhizophoraceae telah berkecambah di dalam buah dan hipokotilnya menonjol keluar dan mengembang dari buahnya ketika buahnya itu masih berada di atas induk pohon.

 Ø     Benih Cryplovivipari

Avicennia (seperti buah kacang), Aegiceras (seperti silinder) dan Nypa buahnya berbentuk Cryploviviparous dimana bibitnya berkecambah tetapi diliputi oleh selaput buah (kulit buah) sebelum dilepaskan atau  ditanggalkan dari pohon induknya.

Ø     Benih normal

Ditemukan pada spesies Sonneratia dan Xylocarpus buahnya berbentuk bulat seperti bola dengan benih normal. Spesies lain kebanyakan buah berbentuk kapsul, sebagai benih normal.

Buah tersebut mengalami proses dimana mereka memcah  diri dan menyebarkan benihnya pada saat mencapai air.

Karakteristik fisiologis
Komponen  mayor dan minor spesies mangrove tumbuh dengan baik tanpa dipengaruhi oleh kadar garam air. Namun jika air terlalu asin maka pohon mangrove tidak dapat tumbuh terlalu tinggi. Hal yang harus diperhatikan bahwa spesies mangrove dapat tumbuh lebih cepat pada air tawar daripada di air yang banyak mengandung garam.

Melalui kelenjar garamnya, beberapa spesies mangrove menghasilkan system yang memungkinkan mereka untuk tumbuh pada kondisi berkadar garam tinggi. Avicennia, aegiceras, acanthus dan aegialitis dapat mengontrol keseimbangan garam dengan mengeluarkan garam dari kelenjar tersebut.

Sebagian besar kelenjar garam terdapat dipermukaan daun yang nampak berkristal dan mudah diamati. Mekanisme lain untuk mengontrol keseimbangan garam dilakukan dengan cara menggugurkan daun tua yang mengandung garam terakumulasi atau dengan melakukan tekanan osmotic akar.

  

D. FUNGSI   MANGROVE
Fungsi Fisik
Ø       Mengendalikan abrasi pantai

Ø       Mengurangi tiupan angin kencang dan terjangan gelombang laut

Ø       Mempercepat laju sedimentasi

Ø       Mengendalikan intrusi air laut

Ø       Menyerap dan mengurangi pencemaran (polutan)



Fungsi Biologis/Ekologis

Ø     Tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kepiting, kerang dan biota laut lainnya.

Ø     Tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama burung

Ø     Sumber plasma nutfah

       

Fungsi Ekonomis/Manfaat

Ø      Hasil hutan berupa kayu

Ø     Hasil hutan non kayu seperti madu, obat, obatan, minuman dan makanan, tanin dan lain-lain.

Ø   Lahan untuk kegiatan produksi pangan dan tujuan lain (pemukiman, pertambangan, industri, infrastruktur, transportasi, rekreasi dan lain-lain.



E.  PERMASALAHAN POKOK HUTAN MANGROVE



-.     Ekologis : Luas  8,6 juta Ha (didalam kawasan hutan 3,8 juta Ha, di luar kawasan hutan 4,8 Juta Ha). Peranan penting: perlindungan pantai dan memelihara keanekaragaman hayati pantai – pengelolaan habitat. Kerusakan hutan mangrove karena tekanan penduduk dan keterbatasan pemahaman fungsi hutan mangrove. Degradasi 1,7 juta ha (dalam kawasan) dan 4,2 juta ha (luar kawasan) atau 68,6 % dari seluruh luas.

-.      Ekonomis : SDA yang potensial – hasil Hutan, perikanan estuarin dan pesisir, ekowisata, khusus tambak udang.  Kepentingan ekonomis jangka pendek – perubahan tata guna lahan – mangrove rusak

-.   Kelembagaan : +18 instansi/sektor dan Pemda terkait dengan pengelolaan Hutan Mangrove. Peranan dan tanggung jawab instansi/sektor duplikasi dan tumpang tindih



Analisis Permasalahan

Ø     Penyebab : alam dan manusia (dominan)

Ø     Faktor alam : pemanasan global & badai air pasang

Ø     Faktor manusia : (1) Persepsi yg keliru ttg mangrove; (2) Ketidaktepatan dlm penataan kebijakan; (3) Lemahnya penegakan hukum; (4)Konservasi mangrove belum membumi; (5) Lainnya : polusi, sedimentasi, pengalihan muara sungai



Kebijakan Dan Strategi

Ekologis :

Ø    Menghentikan perusakan

Ø   Pengelolaan hutan lestari (Memelihara dan mengelola secara lestari melalui kesatuan pengelolaan Hutan Mangrove, memberikan keyakinan tentang penggunaan konsep “ tidak ada yg hilang “ dalam pengelolaan mangrove) 

Ø    Rehabilitasi secara integral oleh pemerintah, swasta & masyarakat

Ø    Mengumpulkan, dokumentasi, sebar data dan informasi tentang ekosistem Mangrove.

 Ekonomi

Ø   Meningkatkan kesadaran pemerintah dan masyarakat tentang nilai sosial, ekonomi,            ekologi dan fungsi mangrove

Ø  Mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove lestari

       Kelembagaan

Ø   Menciptakan pemahaman yang lebih baik

Ø Desentralisasi kewenangan pengelolaan (kerjasama dan koordinasi antar instansi, pemerintah pusat, Pemda dan masyarakat, pembagian kewenangan)

Ø  Membuat kerangka kerja kelembagaan yang efektif dalam pengelolaan mangrove dan zona pantai lestari

     Hukum

Ø    Memperjelas masalah hukum terkait : hak penggunaan lahan (land tenure), hak menggarap, peraturan nasional dan lokal tentang pemanfaatan mangrove, dan memperkenalkan peraturan baru

Ø   Memperjelas status hukum tentang zona pantai secara umum dan hutan

Ø   mangrove secara khusus melalui PP atau Keppres

Ø   Memberikan sanksi tegas sesuai peraturan perundangan


       F.    LARANGAN DAN SANKSI   MERUSAK HUTAN MANGROVE

Larangan

Pasal 50 UU No. 41/1999

(1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan.

(3) Setiap orang dilarang :

(a) mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah;

(b) merambah kawasan hutan;

(c) melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius atau jarak sampai dengan : (6) 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan pasang terendah dari tepi pantai.

(m) mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang.


Sanksi :
Pasal 78 UU No. 41/1999

(1)  Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

(2)  Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, atau huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

(12) Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf m, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar