PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sistem pemerintahan di Indonesia telah mengalami
perubahan paradigma yang sangat signifikan sejak diberlakukannya Undang-undang
Nomor 22 Tahuin 1999 tentang Pemerintah Daerah, atau yang lazim dikenal dengan
Undang-undang Otonomi Daerah. Perubahan paradigma pemerintahan ini sesungguhnya
adalah langkah yang ditempuh oleh pemerintah dalam menyikapi tuntutan
masyarakat sejak digulirkannya reformasi.
Perubahan
paradigma sistem pemerintahan Indonesia ditafsirkan oleh Sarundajang (2000),
sebagai sebuah arus balik kekuasaan pusat ke daerah. Dimana arus balik
kekuasaan ini mengartikan desentralisasi sebagai penyerahan wewenang pemerintah
oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam rangka persatuan.
Dikemukakan
oleh Wasistiono (2003 : 11) bahwa untuk menjalankan kewenangan yang dimiliki
Pemerintah Daerah, diperlukan suatu organisasi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa
pada era desentralisasi sekarang ini, Pemerintah Daerah diberi kebebasan yang
luas untuk menyusun organisasinya sendiri. Sehubungan dengan itu, maka dalam
rangka pelaksanaan ketentuan pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah, yang dalam
pelaksanaannya diterjemahkan terlalu luas dan bervariasi oleh daerah-daerah,
sehingga mengakibatkan terjadi pembengkakan dalam pembentukan organisasi
perangkat daerah di masing-masing daerah yang justru tidak sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan daerah itu sendiri. Hal ini diperkuat oleh hasil
evaluasi kelembagaan yang dilakukan oleh Tim Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Departemen Dalam Negeri, ditemukan fakta adanya kecenderungan untuk
membentuk organisasi perangkat daerah yang terlalu besar dan kurang didasarkan
pada kebutuhan nyata daerah yang bersangkutan. Berbagai pertimbangan yang
digunakan dalam pengambilan keputusan dalam penataan kelembagaan seringkali
cenderung lebih bernuansa politik dari pada pertimbangan rasional obyektif,
efisiensi dan efektivitas. Oleh karena itu, pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 84 Tahun 2000 dipandang tidak sesuai dengan keadaan dan perkembangan
penataan pemerintah daerah sehingga perlu disempurnakan dengan ditetapkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003
diharapkan penyusunan kelembagaan/organisasi perangkat daerah di masing-masing
daerah senantiasa mempertimbangkan kewenangan pemerintah yang dimiliki oleh
daerah, karakteristik, potensi, kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah,
ketersediaan sumber daya aparatur dan pengembangan pola kemitraan antar daerah
serta pihak ketiga.
Penyesuaian dari Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun
2000 ke Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 berdampak sangat signifikan
pada perubahan susunan organisasi serta ragam struktur organisasi perangkat
daerah pada daerah-daerah otonom di Indonesia.
Otonomi daerah sebagai wujud
pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan
oleh pemerintah adalah jawaban atas tuntutan masyarakat. Pemerintah daerah
dapat melaksanakan fungsinya untuk mengatur dan mengurus kewenangan daerah
berdasarkan kepentingan masyarakat daerah. Dan agar pelaksanaan fungsi
pemerintahan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik maka pemerintah daerah
membutuhkan organisasi perangkat daerah atau Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang efektif dan efisien sebagai salah satu unsur/bagian dari birokrasi.
Tampilnya birokrasi yang besar dan gemuk akan menghabiskan banyak sumber
daya daerah. Fenomena ini telah banyak dilihat dalam praktek birokrasi selama
ini baik di tingkat pusat maupun daerah. Organisasi birokrasi daerah dari
Sabang sampai Marauke dibangun dan dikembangkan dengan menggunakan azas
uniformitas (penyamarataan). Akibat nomenklatur, jenis dan jumlah lembaga
(organisasi) yang dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia hampir sama, seharusnya hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan kebutuhan masyarakat.
Menurut Perrow dalam Kausar AS (2009:7)
menyatakan bahwa dalam bentuk ideal birokrasi tidak pernah dapat
diwujudkan karena : Pertama, ketidak
mampuan memilih antara kepetingan pribadi atau golongan dan kepentingan
organisasi. Kedua, ketidakluwesan birokrasi untuk beradaptasi dengan perubahan
lingkungan yang berlangsung cepat dan terus menerus. Sejalan dengan pandangan
tersebut, Agus Dwiyanto (2006:224) menjelaskan bahwa “harapan terbentuknya
kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana birokrasi di
negara maju masih sulit untuk diwujudkan.” Pada prinspnya, birokrasi merupakan
lini terdepan pelayanan terhadap masyarakat. Untuk memperbaiki kinerja
pelayanan publik mengharuskan birokrasi merumuskan misinya dengan jelas. Hal
ini sekaligus untuk menata kembali struktur pemerintah dan birokrasi.
Menurut Sedarmayanti (2010:324)
“ditemukan fakta adanya kecenderungan organisasi perangkat daerah yang terlalu
besar dan kurang didasrakan pada kebutuhan nyata di daerah yang membawa
implikasi pada pembengkakan organisasi
perangkat daerah secara signifikan.” Hal ini jelas membawa pengaruh
kepada efisiensi alokasi anggaran yang tersedia di masing-masing daerah.
Misalnya, Dana Alokasi Umum (DAU) yang semestinya untuk kepentingan
belanja pegawai, pembangunan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana pelayanan
publik, sebagian besar digunakan untuk membiayai birokrasi pemerintahan daerah.
Lebih lanjut Sudarmayanti menulis : “selain menimbulkan efisiensi penggunaan
sumberdaya, pembengkakan organisasi menimbulkan semakin melebar rentang kendali
dan kurang terintegrasi pengelolaan/pengendalian karena fungsi yang seharusnya
ditangani dalam satu kesatuan unit harus dibagi ke beberapa unit organisasi
yang mengarah kepada membengkaknya birokrasi. (2010:325).
Reformasi birokrasi baik pada pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah merupakan kebutuhan dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang
baik (good governance). Pada dasarnya
bertujuan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih efektif kepada
masyarakat. Baik buruknya pelayanan yang diberikan pemerintah dalam menjalankan
fungsinya sebagai institusi publik yang bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan publik. Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja organisasi pemerintahan dengan segala perangkat
teknisnya harus lebih diarahkan pada fungsi pokok melayani masyarakat sebagai
hal yang utama sebagaimana tersirat dalam semangat desentralisasi.
Dalam melakukan reformasi termasuk menjalankan
sejumlah kewenangan yang dimilikinya, pemerintah di daerah membutuhkan
perangkat organisasi yang dibentuk berdasarkan karakteristik dan kebutuhan.
Oleh karena itu, salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan menata kembali organisasi perangkat daerah.
Penataan struktur organisasi dan tata kerja seharusnya tidak boleh lepas dari
pendekatan miskin struktur kaya fungsi yang
berarti bahwa suatu organisasi yang kecil namun memiliki fungsi yang
besar. Menurut Ancok dalam Jurnal Pamong Praja (2008:78) “keunggulan kompetitip
organisasi antara lain ditentukan oleh struktur ramping “lean dan mean” atau dengan
kata lain sering disebut miskin struktur kaya fungsi.” Artinya organisasi yang
besar dapat menciptakan ketidakefisien
dalam berbagai hal. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa restrukturisasi
organisasi yang dilakukan merupakan salah satu bentuk harapan dan keinginan
pengefektifan fungsi pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan
fungsi organisasi pemerintahan itu sendiri. Melalui restrukturisasi
diharapkan fungsi pemerintahan akan
semakin efektif dan efisien dalam
melalukan pelayanan kepada masyarakat.
Sedarmayanti (2010:323)
menjelaskan bahwa “penataan kelembagaan penyelenggaraan pemerintah daerah
hendaknya dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga penyelenggaraan
pemerintahan daerah dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Perubahan dan penataan
kelembagaan terkenal dengan istilah reinvention
yaitu transformasi dasar sistem pemerintahan dan organisasi pemerintahan untuk
meningkatkan efektivitas, efisiensi dan kemampuan beradaptasi dan berinovasi,
sehingga tidak hanya memperbaiki efektivitas yang ada, namun juga menciptakan
kelembagaan yang mampu memperbaiki efektivitas bila lingkungannya berubah.”
Dari uraian di atas, jelas
menunjukkan bahwa dalam penataan kelembagaan yakni organisasi pemerintah
struktur organisasi mempunyai peran yang sangat penting untuk meningkatkan
kualitas kinerja dalam melakukan pelayanan publik.
Pelayanan
dikatakan berkualitas atau memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi
kebutuhan dan harapan masyarakat. Apabila masyarakat tidak puas terhadap suatu
pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak
berkualitas atau tidak efisien. Karena itu, kualitas pelayanan sangat penting
dan selalu fokus kepada kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan menurut
Fitzsimmons and Fitzsimmons (2001:2) adalah “customer satisfaction is customers
perception that a supplier has met or exceeded their expectation.” Dari
definisi tersebut dapat ditelaah bahwa kepuasan pelanggan dalam hal ini adalah
persepsi masyarakat akan kenyataan dari realitas yang ada yang dibandingkan
dengan harapan-harapan yang ada. Atau adanya perbedaaan antara harapan konsumen
terhadap suatu pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan.
Seperti yang dijelaskan oleh
Agung Kurniawan (2009:79) “apabila komponen-komponen struktur organisasi yang
mendukung disusun dengan baik antara pembagian kerja atau spesialisasi disusun
sesuai dengan kebutuhan, dapat saling menunjang, jelas wewenang tugas dan
tanggung jawabnya, tidak tumpang tindih, sebaran dan tingkatan dalam organisasi memungkinkan dilakukannya
pengawasan yang efektif. Dengan demkian akan memberikan pengaruh positif
terhadap pencapaian kualitas pelayanan. Akan tetapi apabila struktur organisas
tidak disusun dengan baik maka akan dapat menghambat kualitas pelayanan publik
yang baik.”
Gerloff dalam Hariyoso (2006:195)
juga telah menganjurkan konsep penyusunan struktur yang konsisten (structural consistency) sebagai prinsip
atau pemandu disain organisasi agar
tidak terjadi gejala disfungsional, mengingat bahwa jati diri/esensi birokrasi
mempunyai tujuan yang berwawasan publik.
Hal ini berarti dalam proses restrukturisasi SKPD yang dilakukan oleh
pemerintah daerah, penyusunan struktur yang konsisten sangat dibutuhkan agar
semua organisasi yang terbentuk dapat berfungsi dengan baik dan sempurna.
Pembentukan organisasi perangkat
daerah yakni SKPD daerah ditetapkan dengan peraturan daerah yang berpedoman
pada Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah. Peraturan Pemerintah ini pada prinsipnya memberikan arah dan pedoman
yang jelas kepada daerah dalam menata organisasi yang efisien, efektif dan
rasional sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing serta adanya koordinasi,
itegrasi, sinkronisasi dan simplikasi serta komunikasi kelembagaan antara pusat
dan daerah. Besaran organisasi perangkat daerah yang dijelaskan dalam peraturan
ini sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah,
cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus dicapai, jenis dan
banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan
penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani,
sarana dan prasarana penunjang tugas. Dalam peraturan pemerintah ini juga
dipertegas bahwa kebutuhan organisasi perangkat daerah masing-masing tidak
senantiasa sama dan seragam. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, juga
ditetapkan kriteria untuk menentukan jumlah besaran organisasi perangkat daerah
masing-masing pemerintah daerah dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah dan
jumlah APBD, yang kemudian ditetapkan pembobotan masing-masing variabel yaitu
40% untuk variabel jumlah penduduk, 35% untuk variabel jumlah wilayah dan 25%
untuk variabel jumlah APBD, serta menetapkan variabel tersebut dalam beberapa
kelas interval.
Oleh karena itu, Kabupaten
Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur telah melakukan restrukturisasi
organsasi melalui Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 4 Tahun 2008
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah dan Peraturan
Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Teknis Daerah, yang kemudian
mengalami perubahan melalui Peraturan
Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008
tentang Pembentukan Organisasi
dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 5 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah. Dalam rangka memaksimalkan dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi masing-masing organisasi pemerintahan daerah yang ada dan juga dalam
rangka penghematan anggaran. Pada restrukturisasi organisasi yang dilakukan pada tahun 2008 dan
perubahan tahun 2011 lalu, Pemerintah
Kabupaten Manggarai terdiri dari 13 Dinas Daerah, 8 Badan Daerah, Sekretariat
Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat Daerah, Satuan Daerah, RSUD dan 9 Kecamatan yang menyebar di wilayah
Kabupaten Manggarai dengan rincian tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh
masing-masing organisasi perangkat daerah tersebut sesuai dengan bidang
kerjanya masing-masing.
Restrukturisasi organisasi yang
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai tahun 2008 yaitu menggabungkan
dua buah dinas yang dulunya berdiri sendiri menjadi satu dinas di bawah Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai. Dua dinas yang bergabung tersebut
adalah Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan dan Hortikultura, sementara bidang
Hortikulturan bergabung dengan SKPD lain
yakni Dinas Tanaman Pangan. Secara tidak langsung tugas pokok dan fungsi serta
kewenangan dari kedua dinas yang bergabung tersebut menjadi semakin luas. Hal
ini tentu mempengaruhi efektivitas organisasi dalam mencapai tujuannya. Terkait
dengan itu, karya tulis ini melihat pentingnya restrukturisasi organisasi
perangkat daerah dalam mempengaruhi efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi SKPD di daerah.
B.
Perumusan
Masalah
Struktur organisasi didefinisikan
sebagai pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan secara
formal. Struktur organisasi juga dapat di definisikan adalah suatu keputusan yang
diambil oleh organisasi itu sendiri berdasakan situasi, kondisi dan
kebutuhan organisasi. Struktur suatu organisasi menggambarkan bagaimana
organisasi itu mengatur dirinya sendiri, bagaimana mengatur hubungan antar
orang dan antar kelompok. Struktur suatu organisasi ada kaitannya dengan tujuan,
sebab struktur organisasi itu adalah cara organisasi itu mengatur dirinya untuk
bisa mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Restrukturisasi organisasi dapat
diartikan sebagai sebuah proses redesain atau penataan ulang terhadap tatanan organisasi yang telah
ada.
Tujuan umum yang hendak dicapai dari restrukturisasi
organisasi adalah tercapainya SKPD yang efektif dan efisien. Struktur organisasi yang yang ada dinilai masih gemuk, sehingga pemerintah
daerah menganggap dengan kondisi organisasi yang gemuk tersebut menjadikan
tidak efektif dan efisien pelaksanaan
tugas pemerintahan maupun anggaran.
Pelaksanaan restrukturisasi di Kabupaten Manggarai memang
perlu dilakukan mengingat besarnya struktur organisasi yang ada pada pada saat
itu dan masih terdapat tugas pokok dan fungsi yang tumpang tindih antara Dinas.
Hal ini dicirikan banyaknya kewenangan dan fungsi yang hampir sama di beberapa SKPD dan
menyebabkan ketidakefektifan dan tidak efisien
yang berdampak kepada pelayanan terhadap masyarakat tidak maksimal.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 4 Tahun 2008
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah dan Peraturan
Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Teknis Daerah, yang kemudian
mengalami perubahan melalui Peraturan
Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008
tentang Pembentukan Organisasi
dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah dan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Nomor 5 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor
5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi
dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah, diketahui bahwa Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten
Manggarai terdiri dari 13 Dinas Daerah, 8 Badan Daerah,
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat Daerah, Satuan Daerah, RSUD dan 9 Kecamatan. Jumlah ini jelas lebih sedikit dari sebelumnya, akibat terjadinya
penggabungan beberapa SKPD yaitu berkurangnya 18 dinas menjadi 13 dinas daerah,
9 badan menjadi 8 badan daerah dan 6
kantor menjadi 0 kantor daerah. SKPD
yang kewenangannya berdekatan digabungkan menjadi satu di bawah dinas atau
badan yang masih memiliki rumpun urusan
yang sama atau kewenangan serta
unsur-unsur pelaksanaan tugasnya berdekatan. Misalnya Dinas Kehutanan dan
Perkebunan, dinas ini merupakan gabungan dari Dinas Kehutanan dan Dinas
Perkebunan dan Hortikultura. Setelah penggabungan ini tidak ada kesulitan yang ditemui selama proses penggabungan,
malah sebaliknya pelaksanaan tugas semakin jelas dan terasa lebih mudah
walaupun secara tidak langsung
penggabungan ini menambah besar tugas
pokok dan fungsi dinas tersebut dari
keadaan sebelumnya. Restrukturisasi ini memang dapat mengurangi jumlah dinas
yang ada, hanya saja penggabungan dua dinas tersebut menjadi tidak efektif lagi
apabila dilihat dari struktur dinas tersebut saat ini yang semakin padat.
Seperti yang diungkapkan oleh Agung Kurniawan (2009:76)
bahwa “struktur yang dibutuhkan saat ini adalah struktur yang lebih ramping,
fleksibel dalam artian dapat memberikan ruang bagi terjadinya diskresi (tidak
menganut formalitas), dan tidak sentralisasi (desentralisasi), yang
memungkinkan terjadinya sinergi antara
para manajer dengan profesional di
kalangan birokrat, dan terciptanya team
work yang solid bukan tergantung
pada satu atau sekelompok individu dalam birokrasi yang saling mendukung.”
Untuk itu dapat dirumuskan permasalahan adalah Pengaruh Restrukturisasi Organisasi
Terhadap Efektivitas Kinerja Pelayanan Publik Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Manggarai.
C.
Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh restrukturisasi perangkat
daerah terhadap efektivitas kinerja pelayanan publik Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Manggarai.
D.
Manfaat Penulisan
1. Perbaikan dalam
pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan restrukturisasi organisasi
perangkat daerah serta dapat memberikan kontribusi bagi eksistensi perkembangan
Ilmu Pemerintahan Daerah.
2. Secara
praktis, penulisan ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan dan
sumbangan pemikiran, khususnya bagi Pemerintah
Kabupaten Manggarai, dalam upaya memecahkan masalah
yang berkaitan dengan efektivitas kinerja
pemerintah daerah, berkenaan dengan kebijakan restrukturisasi organisasi
perangkat daerah pada masa yang akan datang.
BAB II.
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Restrukturisasi Organisasi di Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai
Pemerintah
Kabupaten Manggarai telah melakukan restrukturisasi organisasi tahun 2008 dan mengalami perubahan tahun 2011, yang juga
dialami Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Restrukturisasi organisasi yang
dilakukan adalah dengan menggabungkan 2 (dua) dinas yaitu Dinas Kehutanan dan
Dinas Perkebunan dan Hortikultura menjadi Dinas Kehutanan dan Perkebunan
sedangkan Bidang Hortikultura bergabung dengan Dinas Tanaman Pangan.
Sebelum
penggabungan Dinas Kehutanan terdiri dari 1 (satu) bagian tata usaha yang
membawahi 3 (tiga) sub bagian serta 5 (lima) sub dinas yang membawahi 3 (tiga)
sampai 4 (empat) seksi sedangkan Dinas Perkebunan dan Hortikultura terdiri dari
1 (satu) bagian tata usaha yang
membawahi 3 (tiga) sub bagian serta 4 (empat) sub dinas yang membawahi 2 (dua)
sampai 4 (empat) seksi. Setelah restrukturisasi organisasi menjadi Dinas Kehutanan dan Perkebunan, maka dinas
tersebut terdiri dari 1 (satu) sekretariat
yang membawahi 3 (tiga) sub bagian serta 4 (empat) bidang yang membawahi 3 seksi.
Jika
dilihat restrukturisasi yang dilakukan di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Manggarai khususnya pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan setelah dilakukan
penggabungan dua dinas menjadi satu
telah menunjukan usaha dari pemerintah untuk menciptakan struktur yang
lebih ramping namun memiiliki fungsi
yang begitu padat dengan kewenangan-kewenangan yang dimiliki.
Selain
itu penggabungan ini juga dilakukan dengan pertimbangan keuangan dan kemampuan
daerah. Dengan dilakukannya penggabungan secara otomatis daerah dapat menghemat
cukup banyak anggaran yang selama ini lebih banyak terserap untuk kegiatan
operasional pemerintahan. Hal ini dapat dilihat
pada perbadingan jumlah anggaran
SKPD tahun 2008 sebelum bergabung sebesar Rp. 6.643.755.837,- dan
setelah bergabung tahun 2009 menjadi sebesar
Rp. 5.180.946.411,-
Pasca
Restrukturisasi terlihat bahwa rentang
kendali semakin dekat, pengawasan terhadap tugas pokok dan fungsi masing-masing
bidang menjadi lebih intensif karena jarak kekuasaan yang semakin kecil,
sehingga memungkinkan besarnya kesempatan untuk bertukar pikiran dan
pengambilan keputusan yang bersifat desentralisasi. Masing-masing bidang juga
lebih jelas tugas dan kewenangannya, karena semakin diperkecil dan dipersempit,
sehingga efektivitas kinerja dinas lebih baik.
B. Gambaran Umum Efektivitas Kinerja Pelayanan Publik di Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Manggarai
Efektivitas
organisasi merupakan tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai
tujuan dan sasaran. Efektivitas merupakan konsep penting dalam suatu
organisasi, karena mampu memberikan gambaran keberhasilan organisasi untuk
mencapai sasarannya. Sedangkan Efektivitas kinerja organisasi adalah pencapaian
tujuan atau hasil yang dilakukan dikerjakan oleh setiap individu secara
bersama-sama. Banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan tugas
suatu organisasi antara lain adalah pemimpin yang berkopeten, kepemimpinan yang
efektif, sumberdaya manusia dalam organisasi, program kerja, lingkungan
organisasi yang kondusif, pembagian kewenangan dan restrukturisasi yang
dilakukan dengan tepat.
Telah
kita ketahui dan juga termuat dalam gambaran umum, setelah beberapa organisasi
digabungkan menjadi satu SKPD maka pelaksanaan tugas akan semakin jelas,
dibandingkan dengan struktur organisasi sebelumnya yang terlalu gemuk,
menyebabkan terjadi tumpang tindih pelaksanaan tugas pokok dan fungsi antara
satu dinas/instansi dengan dinas/instansi lainnya. Sementara apabila ditelusuri
lebih jauh tugas dan kewenangan yang
diembannya adalah sama.
Pasca
dilakukannya restrukturisasi, tujuan-tujuan organisasi menjadi semakin
matang. Salah satunya disebabkan karena tugas dan kewenangan dinas tersebut semakin
jelas. Dengan kewenangan dan tugas yang jelas serta terbagi rata pada
masng-masing bidang dalam dinas tersebut, maka tujuan-tujuan organisasi akan
dapat tercapai secara optimal. Berkaitan dengan anggaran, secara garis besar
dapat dikurangi karena berkurangnya dinas, namun secara khusus pada Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai tentu akan bertambah pada bagian-bagian
tertentu, misalnya gaji pegawai,
walaupun bila dihitung jumlah pegawai dari dua dinas menjadi satu tidak
mengalami perubahan serta kegiatan
lainnya akibat penggabungan.
Efektivitas
pelayanan kepada masyarakat lebih
meningkat karena semua bidang lini tugas berada pada satu rumpun kewenangan
yang sama, sehingga masyarakat lebih mudah untuk mendapatkan pelayanan dalam
bidang apapun, sehingaa organisasi tersebut menjadi lebih efektif. Misalnya masyarakat yang ingin menanam tanaman
perkebunan pada lahan milik dengan
tanaman kopi atau kakao, dan mengunakan
tanaman kehutanan sebagai tanaman pelindungnya seperti sengon atau mahoni, maka
semua kebutuhan bibit maupun bimbingan teknis yang dibutuhkan oleh
masyarakat dapat sekaligus dilayani oleh Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Manggarai. Demikian pun kegiatan kehutanan dan perkebunan
lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Dari
uraian di atas diketahui bahwa restrukturisasi organisasi memberikan pengaruh
terhadap efektivitas kinerja pelayanan publik Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
Penggabungan Dinas Kehutanan dengan Dinas Perkebunan dan Hortikultura tidak
menimbulkan kandala yang berarti dalam mewujudkan efektivitas kinerja Dinas
Kehutanan dan Perkebunan dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat. Dengan
syarat penggabungan atau restrukturisasi organisasi yang dilakukan oleh
pemerintah daerah tersebut dilakukan secara tepat.
Namun
dalam melakukan koordinasi di tingkat propinsi dan pusat tidak terlalu efektif dan efisien karena di tingkat provinsi harus
melakukan koordinasi pada 2 (dua) SKPD yaitu Dinas Kehutanan Prov. NTT dan
Dinas Pertanian dan Perkebunan Prov. NTT, demikian pun di tingkat pusat harus
melakukan koordinasi pada 2 (dua)
kementerian yaitu Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian.
Selain
itu terdapat faktor-faktor lain yang
juga mempengaruhi tercipta dan terwujudnya efektivitas kinerja organisasi
antara lain adalah kepempinan, motivasi dan kemampuan personal.
Oleh
karena itu perlu diupayakan pelaksanaan restrukturisasi dengan saksama yakni
terdiri dari restrukturisasi struktur organisasi maupun restrukturisasi
pemerintahan itu sendiri agar tercipta organisasi yang benar-benar menjalankan
tugas pokok dan fungsinya dengan lebih
efektif dan efisien, baik organisasinya maupun sumberdaya manusia yang ada di
dalamnya. Restrukturisasi organisasi
yang dilakukan oleh pemerintah daerah di berbagai wilayah setelah otonomi
daerah diharapkan struktur organisasi yang terbentuk lebih efektif dalam rangka
melaksanakan pelayanan publik.
BAB III.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Terdapat pengaruh positif
hasil restrukturisasi organisasi terhadap efektivitas kinerja pelayanan publik di
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai. Namun terdapat
faktor-faktor lain yang juga
mempengaruhi antara lain kepemimpinan, motivasi dan kemampuan personal.
2.
Pengaruh restrukturisasi organisasi pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Manggarai menyebabkan dinas kurang efektif dan efisien dalam melakukan koordinasi di tingkat propinsi dan pusat.
3.
Restrukturisasi organisasi harus dilakukan dengan tepat
melalui proses perencanaan yang matang, karena pelaksanaan restrukturisasi yang
tepat sasaran akan memberikan pengaruh terhadap efektivitas kinerja Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai.
4.
Dengan restruktur organisasi yang lebih tepat, maka
masing-masing bidang dapat melaksanakan tugas dan kewenangan yang lebih luas
dan lebih fokus, sehingga tujuan-tujuan organisasi dapat tercapai secara
optimal. Dengan demikian akan membawa organisasi ke arah yang lebih baik.
B. SARAN
1.
Untuk lebih meningkatkan efektivitas kinerja di Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Manggarai tidak perlu dilakukan lagi
restrukturiasai organisasi. Struktur yang ada sudah tepat untuk melakukan
pelayanan yang lebih efektif dan efisien kepada masyarakat.
2.
Disarankan kepada Pemerintah Daerah untuk lebih
mengutamakan pembinaan dan evaluasi terhadap Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Manggarai guna meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya melalui penilaian kinerja sekretariat, bidang, sub bagian dan seksi pada dinas tersebut dalam pelayanan publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar