Selasa, 18 Oktober 2011

Selamat Berpisah Kalangmaghit





"SANG PRIMADONA YANG AKAN BERSINAR"

 Oleh : Agnes P. Ndendong


Awalnya cerita tentang Kalang Maghit aku dengar dari mulut teman-teman Dinas Kehutanan yang sudah pernah bertugas kesana dan aku menanggapinya dengan biasa-biasa saja mungkin karena yang menceritakan kurang menggebu-gebu untuk menarik minatku atau karena aku sendiri yang kurang berminat mendengar cerita tersebut.

Berkali-kali aku diajak untuk berkunjung namun ada saja halangan dan keengganan sehingga gema Kalang Maghit timbul tenggelam dalam ingatan dan minatku. Apalagi bila mendengar keluhan teman-teman yang tubuhnya pegal-pegal setelah kembali dari Kalang Maghit akibat akses jalan yang sangat memprihatinkan.

Selain cerita teman-teman, aku juga tahu tentang Kalang Maghit dari data Dinas Kehutanan baik dari sektor peternakan maupun kehutanan dan perkebunan yang seluruh pengolaannya sudah diserahkan kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Manggarai. Melihat data-data tersebut tersirat dalam benakku untuk melihat langsung, seperti apakah dia ? Waktu terus berlalu seiring dengan rasa penasaranku yang belum kesampaian akibat rutinitas kantor yang tidak bisa ditinggalkan.

Terjawab sudah angan-anganku ketika diajak teman untuk melakukan monitoring pelaksanaan kegiatan pembersihan lahan dan pemangkasan tanaman Jati Emas dan Jati Super. Aku menyambut ajakan itu dengan sangat antusias walau ada yang meragukan kelancaran perjalanan kami karena menurut mereka medanya cukup berat, bagiku yang penting niat ke Kalangmagit tercapai. Semangatku bertambah tatkala mengingat sebentar lagi dia bukan milik kita dia akan menjadi milik orang Manggarai Timur. Bahagia campur haru menyatu dalam dada, aku akan melihat Kalang Maghit untuk pertama dan mungkin untuk terakhir kali.

Tepatnya tanggal 4 Agustus 2007 pagi kami berangkat ke Kalang Maghit, sebelum berangkat rombongan berkumpul di kantor Dinas Kehutanan. Rencana keberangkatan agak molor akibat kendaraan yang akan mengantar kami belum tiba di tempat. Sambil menunggu mobil Paroli yang merupakan kendaraan andalan Dinas Kehutanan khusus pada jalan bermedan berat aku memeriksa semua barang bawaan. Ransel kecilku sudah terisi penuh, ada topi dingin, selimut, pakaian ganti, sikat gigi, odol, sabun, senter, permen, obat sakit perut, autan serta tak lupa obat antimo karena mabuk kendaraan suka kumat. Isi ranselku cukup untuk bisa nginap semalam di Kalang Maghit.

Kami meninggalkan Kota Ruteng pukul 8.30 pagi. Mobil Patroli melaju cepat mengingat kondisi jalan Wae Lengga - Kalang Maghit tidak semulus Ruteng – Wae Lengga sehingga kalau berjalan santai ada kemungkinan kemalaman di jalan. Akibat sopir memacu kendaraan terlalu cepat perutku menjadi mules dan sesak, rupanya penyakit lama mulai kumat padahal sudah menelan satu butir obat antimo. Seorang teman meminta sopir untuk menghentikan kendaraan bila melihat pohon jambu biji di pinggir jalan. Katanya mabukku akan hilang kalau sudah mengkonsumsi buah jambu muda atau pucuk daun jambu. Rupanya pohon jambu di sepanjang jalan belum ada yang berbuah sehingga hanya pucuk daun jambu yang kami dapat. Kalau bukan karena sakit aku lebih memilih untuk tidak memakannya, aduh ....pahitnya minta ampun, tapi apa boleh buat demi niatku ke Kalang Maghit.

Pukul 11 siang kami tiba di Wae Lengga. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Kalang Maghit kami sempat beristirahat di rumah seorang .kenalan. Kehadiran kami disambut dengan sangat ramah. Saat sedang melepas lelah di teras depan ibu pemilik rumah muncul membawa kopi panas plus ubi tese. Sang pemilik rumah yang baik hati sangat tahu apa yang kami inginkan, membuat semua pegal-pegal hilang seketika dan perut yang mulai keroncongan terisi penuh.

Setelah beristirahat selama kurang lebih 45 menit di Wae Lengga kami melanjutkan perjalanan. Keluar dari Wae Lengga memasuki wilayah Desa Gunung jalannya berbatu dan berdebu. Kalang Maghit berada di wilayah Desa Gunung Kecamatan Kota Komba. Melewati perkampungan terakhir aku sempat tertegun melihat hamparan padang sejauh mata memandang. Di kiri kanan jalan berjejer pepohonan yang didominasi oleh pohon Kedondo dan pohon Gamal. Ada juga pohon Jati namun jumlahnya sangat terbatas. Pada beberapa tempat terdapat hamparan Jambu Mete. Lahan Desa Gunung belum didikelola secara maksimal, mungkin karena perbandingan antara jumlah penduduk dan luas wilayah yang tidak signifikan. Hal ini terlihat dari pemukiman pendududk yang masih sangat sedikit di sepanjang jalan, lebih didominasi oleh lahan kosong yang belum digarap.

Walaupun jalan berbatu dan berdebu perjalanan menjadi nikmat karena disuguhi pemandangan yang sangat menarik dari segala penjuru. Terlihat nun jauh disana Gunung Ebulobo dan hamparan pegunungan Kabupaten Ngada berdiri kokoh menunjukkan keperkasaanya, pantai Aimere dan pantai Wae Lengga memamerkan kemolekannya. Di kiri kanan jalan tampak beberapa kelompok hutan dengan populasi tanaman yang terbatas menghiasi perbukitan dan lembah yang diselimuti padang ilalang, turut melengkapi kekaguman kami.

Di pertigaan menuju kampung Lete mobil patroli mengambil jalan ke arah kanan melewati jalan tanah yang baru dirintis. Kami mengambil keputusan untuk tidak melewati kampung Lete karena waktu tempuh akan lebih lama 1 jam. Debu megepul ke udara ketikan mobil patroli melaju cepat, aku memperketat lapisan penutup kepala dan hidung agar terhindar dari polusi debu. Untung kami meliwati jalan tersebut saat musim kemarau sehingga perjalanan lebih mulus, seandainya dilewati saat musim hujan perjalanan akan lebih lama karena pada beberapa lokasi terdapat kubangan lumpur yang sulit dilewati. Ketika kendaraan mulai memasuki medan yang cukup berat aku berpegangan kuat pada besi yang melitang di belakang tempat duduk. Mobil patroli sempat berhenti. Kondisi jalan sangat jelek sehingga seluruh rombongan harus turun dari kendaraan. Mobil perlahan merayap menaiki pungung jalan yang agak menanjak dan rusak berat, beberapa kali usahanya sia-sia. Aku merasa ngeri melihat moncong mobil terangkat seolah-oleh akan salto ke belakang. Sambil menunggu kendaraan yang sedang berjuang melewati jalan jelek, aku bersama seorang teman cewek melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Lambaian daun ilalang menebar aroma segar mengiring derap napas kami yang mulai ngos-ngosan akibat kelelahan berjalan kaki. Nun jauh di dasar lembah yang tidak curam tampak seekor sapi liar memandang seakan ingin menyapa selamat datang di wilayah Desa Gunung. Setelah beberapa menit berjalan kaki terdengar suara mobil mendekat, aku merasa lega karena bisa melanjutkan perjalanan ke Kalang Maghit. Mobil pateroli kembali melaju cepat, kepulan debu terus menemani perjalanan panjang kami. Wajah yang mulus terus dilapisi debu yang semakin tebal.

Tiba di pertigaan kampung Ritapada kembali kami mengambil keputusan untuk memilih jalan pintas, kami tidak melewati kampung tersebut karena waktu tempuh akan lebih lama ½ jam. Dari kejauhan terlihat berjejer kampung Mokorita dan kampung Ritapada yang turut meramaikan keheningan alam Desa Gunung.

Aku merasa senang ketika meliwati sebuah sungai kecil yang airnya jernih. Sungai itu bernama Wae Ular, entah karena ada banyak ular di hutan sekeliling sungai tersebut atau sekedar diberi nama. Kendaraan berhenti tepat di tepi sungai, rupanya saat itu sedang ada perburuan rusa. Para pemburu meninggalkan seonggok kayu yang sedang menyala di tepi sungai. Bagi pemburu sungai merupakan tempat strategis dalam berburu rusa karena binatang tersebut suka mengunjungi sungai guna melepas dahaga. Gemercik air menarik hasratku untuk melangkahkan kaki dan menikmati kesegaran Wae Ular. Kubasuh wajahku perlahan menghilangkan debu yang telah menyatu dengan kulit. Kesejukan air sungai terasa mengalir ke sekujur tubuh turut menyapu lelah dan kepenatanku setelah melakukan perjalanan panjang.

Aku merasa cukup segar ketika mobil pateroli kembali melaju meninggalkan sungai Wae Ular. Selang beberapa menit kendaraan kami dihentikan oleh seorang bapak dan istrinya yang sedang hamil, juga bersama mereka seorang anak laki-laki yang masih berumur kurang lebih 5 tahun. Kami mengijinkan mereka menumpang mobil Patroli karena tidak ada kendaraan lain yang akan melintasi jalan tersebut. Aku sempat tertegun ketika ibu itu bercerita kalau mereka baru pulang dari Aimere untuk menjual lombok hasil panen dari kebun. Berangkat dari Wae Lengga pukul 8.00 pagi dan saat itu sudah pukul 14.30, jarak yang telah ditempuh dari Wae Lengga sampai tempat pertama kali kami bertemu kurang lebih 27 km. Luar biasa bhatinku. Seorang ibu hamil telah berjalan kaki melintasi padang ilalang dibawah teriknya matahari hanya untuk menjual lombok dengan hasil penjualannya cuma Rp. 20.000,-. Perjuanagan hidup orang kecil yang jauh dari ingatan kita. Kalau direnung hidup ini sebenarnya tidak adil, ada yang mudah mendapatkan dan mudah pula menghabiskan uang dalam jumlah banyak hanya untuk kesenangan sesaat yang tidak berguna, sementara ada yang harus mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan sesuap nasi.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 15.00 sore, mobil patroli akan memasuki areal pegembangan Kalangmaghit. Dari kejauhan terlihat hamparan hutan jati yang sangat luas, sungguh luar biasa ternyata sehebat itu kah Kalangmaghit? Ketika mobil memasuki areal pengembangan Jati Emas kami sempat terkagum-kagum melihat deretan tanaman jati berdiameter 7 cm tumbuh subur, ditata rapih dengan jarak yang sama sungguh indah dipandang mata.

Kedatangan kami disambut gembira oleh petugas teknis dan para pekerja yang saat itu sedang bekerja menebas rumput dan memangkas cabang pohon jati. Jumlah pekerja cukup banyak lebih dari lima puluhan orang. Kedatangan kami memang bertujuan untuk memonitoring perkembangan hasil pekerjaan mereka. Setelah berbasa basi dengan para pekerja kami diajak ke pondok kerja Dinas Kehutanan untuk beristirahat sambil menikmati suguhan kopi panas dan ubi rebus pulus sambal pedas.

Harumnya aroma Kalang Maghit membangkitkan hasrat untuk melanjutkan niat menyisir seluruh wilayah pengembangan. Perjalanan dimulai dari lahan yang ditanami kayu mahoni berumur 3 tahun, luasnya 24 Ha (23.215 pohon), kemudian menuju lahan jati emas berumur 4 tahun seluas 2 ha (3.050 pohon) dan 5 tahun seluas 8 Ha (13.017 pohon) merupakan buah karya rekan kami tercinta Almarhum Bapak Aman Anselmus, semoga jasamu akan selalu dikenang. Selanjutnya ke lahan jati emas berumur 6 tahun seluas 12 Ha (18.187 pohon) yang merupakan jati pertama hasil pengembangan Dinas Kehutanan Kabupaten Manggarai. Semua tanaman Jati Emas tumbuh subur dan tertata rapih dalam satu hamparan, kami sempat ramai-ramai berpose di bawah pohon jati, bahkan ada teman yang minta untuk difoto saat lagi memangkas dahan jati. Yah.... hitung-hitung buat kenangan kalau kabupaten Manggarai Timur sudah berdiri sendiri.

Rombongan terus mengililingi wilayah pengembangan Kalang Maghit, langkah sempat terhenti ketika memasuki hamparan tanaman perkebunan seluas 52 ha, tak ketinggalan tanaman Mangga, Rambutan, Durian dan Jambu Mete turut melengkapi areal pengembangan Kalang Maghit. Sungguh..... seperti dalam cerita dongeng, ada taman firdaus di Kalang Maghit. Sayangnya saat itu belum musim buah. Kata teman Mangganya sangat manis dan kalau berbuah lebatnya minta ampun. Sudah bisa saya bayangkan kalau Mangga itu berbuah pasti ada yang sampai berjuntai ke tanah karena pohonnya tidak tinggi.

Di ujung lokasi pengembangan tanaman perkebunan ada perkampungan kecil, penduduknya sudah menetap selama puluhan tahun dan bermata pencaharian sebagai petani. Lahan garapan mereka berdampingan dengan lahan Pemda.

Setelah melewati perkampungan kecil kami berpapasan dengan sebuah traktor besar yang baru pulang mengangkut air, bak belakang penuh cerigen air. Yang menyetir traktor pak Frans Moni, walaupun sudah manula dia sangat lincah meneytir traktor. Traktor yang ada di Kalang Maghit berfunsi ganda, selain untuk menggarap lahan juga sangat membantu petugas dan para pekerja dalam mengangkut air minum karena sumber air cukup jauh dari tempat tinggal mereka.

Ketika memasuki lahan pengembangan Jati Super aku sempat terpesona, ternyata masih banyak harta yang terpendam di Kalang Maghit. Tanaman Jati Super tumbuh subur, dengan dimeter kayu sudah mencapai 7 cm seluas 20 ha (2.945 pohon), namun sayang saat itu gulmanya belum dibersihkan sehingga kelihatan kurang terawat. Kata Pa Herman pembersihan gulma dan pemangkasan tanaman Jati Super akan dilaksanakan setelah para pekerja menyelesaikan pembersihan gulma dan pemangkasan cabang di lahan Jati Emas. Kedua pekerjaan tersebut tidak bisa dilakukan secara serempak karena keterbatasan jumlah tenaga kerja. Sulit mendapatkan tenaga kerja di Kalang Manghit, banyak yang hanya datang sebentar kemudian pergi karena tidak betah.

Di ujung lahan pengembangan Kalang Maghit berjejer bangunan yang tertata rapih, namun sayang kondisinya sangat memprihatinkan karena sudah lama tidak ditempati oleh para petugas. Mereka lebih memilih tinggal di pondok kerja karena letaknya lebih strategis. Dasar orang hutan lebih suka tinggal di gubug.

Setelah melihat-lihat bangunan kami melanjutkan perjalanan menuju tempat persemaian bibit Mahoni. Bibit tersebut akan digunakan untuk mengganti tanaman mahoni yang mati di lokasi penanaman. Dekat tempat persemaian ada bak air yang merupakan sumber air minum, mandi, cuci dan menyiram tanaman saat musim kemarau. Airnya tidak pernah kering sepanjang tahun.

Karena hari mulai gelap rencana ke Rens Sapi dibatalkan. Kami memutuskan untuk kembali ke pondok kerja melewati hamparan lahan Jambu Mete dan lahan Mahoni. Semua tanaman tumbuh subur dan tertata rapih. Menurut informasi pak Herman total seluruh ternak sapi di Kalang Maghit sebanyak 33 ekor (19 ekor induk sapi dan 14 ekor anak sapi).

Malam panjang di Kalangmaghit kami habiskan dengan ngobrol bersama para pekerja. Suasananya sangat ramai dan penuh akrab. Mereka bukan pekerja tetap, bila musim kerja tiba baru mereka datang, malah sering gonta ganti orang karena banyak yang tidak betah dan jatuh sakit. Pekerja tetap di Kalang Maghit hanya petugas teknis Dinas Kehutanan. Saat itu ada pekerja yang tidak bisa nimbrung bersama kami karena sudah dua hari menderita sakit, keesokan pagi akan diantar ke kampung Lete oleh beberapa orang temannya. Tidak ada kendaraan umum yang masuk ke Kalang Maghit, yang ada cuma ke Lete, itu pun jadwalnya hanya seminggu sekali yaitu setiap hari Rabu. Pada waktu areal Kalang Maghit baru dibuka kondisinya lebih parah, sempat seorang petugas teknis jatuh sakit, ditandu dari Kalang Maghit sampai Wae Lengga, sungguh sangat memprihatinkan. Ini mungkin PR yang perlu diselesaikan oleh Kabupaten Manggarai Timur yaitu membangun Puskesmas Pembantu di Kalang Maghit mengingat aset Kalang Maghit butuh para pekerja yang tangguh dan sehat untuk menjaga dan merawat Sang Primadona yang pasti akan bersinar. Kabupaten Manggarai telah menyiapkan harta yang melimpah untuk adiknya Kabupaten Manggarai Timur guna meningkatkan kesejahteraan anak cucunya. Yang penting dijaga dan dikelola dengan baik agar semuanya tidak sia-sia. Obrolan kami terhenti oleh mata yang mulai meredup, satu persatu pergi ke pembaringan tinggal teman-teman yang ingin menghabiskan malam panjang dengan bermain kartu.

Ketika mobil Patroli akan beranjak meninggalkan Kalang Maghit, ada perasaan aneh mengusik hati bahagia campur sedih, mungkin karena akan kehilangan sesuatu yang pernah aku kenal dan aku kagumi. Aku cuma sanggup melambaikan tangan ”Selamat berpisah Kalang Maghit, walaupun engkau akan menjadi milik Kabupaten Manggarai Timur kami akan tetap merasa bangga karena kamu pernah menjadi bagian dari Kabupaten Manggarai”.


Minggu, 14 Agustus 2011

Mules Island



Pulau Mules (Mules Island) merupakan salah satu obyek wisata menarik  di Kabupaten Manggarai - Nusa Tenggara Timur, secara administratif murupakan bagian dari wilayah Desa Nuca Molas, Kecamatan Satar Mese Barat. 

Luas pulau mules kurang lebih 2.400 ha. Pulau ini dihuni oleh 272 kepala keluarga yang menyebar di 3 dusun yaitu dusun Konggang, dusun Peji dan dusun Ntaur, dusun-dusun tersebut terletak di wilayah pesisir pantai, untuk menghubungi ketiga dusun tersebut telah dibangun jalan telford sepanjang 5 km. 

Keindahan pulau mules disempurnakan oleh hamparan  savana dan kelompok pepohonan pada kawasan hutan Ramut RTK. 15 serta bukit dan gunung yang berdiri kokoh yaitu golo Donde, golo Konggang, poco Kepi, golo Wae Lambo, golo Bendera dan golo Watu Ndele. 

Selain disuguhi panorama alam yang menarik, pulau mules juga akan memanjakan mata kita dengan menyaksikan cengkrama sekelompok kijang liar serta nyanyian burung Lawe Lujang dan Nuri Kuning. 

Untuk mencapai Pulau Mules pengunjung dapat masuk melalui Nanga Woja - Kecamatan Satar Mese dengan menyewa Speetboot milik Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Manggarai atau melalui pantai Dintor - Kecamatan Satar Mese Barat dengan menyewa perahu motor milik masyarakat setempat. 


"Welcome to Mules Island"

Senin, 08 Agustus 2011

Peluang Emas dengan Menanam Gaharu

Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya alam yang sangat melimpah ruah, wilayah hutan tropisnya terluas ketiga di dunia, dengan cadangan minyak, gas alam, tembaga, dan mineral lainnya. Negeri kita ini telah dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan limpahan pesona yang sangat elok. Indonesia sangat layak untuk disebut sebagai surga katulistiwa yang ribuan pulaunya membentang dari Sabang sampai Merauke.

Salah satu keanekaragaman sumber daya alam hutan yang dimiliki oleh Indonesia adalah Tanaman Gaharu. “GAHARU” adalah salah satu komuditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) komersial yang bemilai jual tinggi. Bentuk produk gaharu merupakan hasil alami dari kawasan hutan berupa cacahan, gumpalan atau bubuk. Selain dalam bentuk bahan mentah berupa serpihan kayu, juga diproses dengan penyulingan yang dapat menghasilkan minyak atsiri gaharu yang juga bemilai jual tinggi. Cairan ekstark ini kabarnya mencapai nilai jual lebih dari USD 30.000 atau Rp. 300.000.000,-/liter. Sementara harga I batang pohonnya bisa mencapai ribu-an dollar per kilo nya. Gaharu banyak digunakan sebagai bahan farfum, obat-obatan dan bahan dupa.

Kebutuhan gaharu dunia sangat besar. Quota Indonesia 300 ton/pertahun baru dapat dipenuhi 10% inipun lebih banyak didapatkan dengan cara ilegal dan ini berasal dari Gaharu alam. Temuan rekayasa produksi kayu gaharu memberi peluang yang sangat besar bagi perkebunan di Indonesia. dan keuntungan lainnya Mempertimbangkan nilai jual Gaharu, patut diupayakan peningkatan peranan Gaharu sebagai komunitas andalan altematif untuk penyumbang devisa dari sektor kehutanan selain dad produk hasii hutan kayu.

Selain itu hasil gaharu ini merupakan komoditas Ekspor di negara-negara Asia Timur dan Timur Tengah dalam hal ini maka dengan meningkatkan produksi gaharu berarti akan dapat meningkatkan daya saing bangsa. Dampak lain adalah peningkatan kesejahteraan rakyat dan kelestarian sumber daya hutan dan lahan.

Di Kabupaten Sragen, tanaman gaharu ini berhasil dikembangkan di salah SMK Pertanian yang terletak di Kecamatan Kedawung . SMK Pertanian yang berdiri sejak tahun 1968 ini telah menjalin kerjasama dengan Dinas Hutbun Kab. Sragen dalam Budidaya tanaman Gaharu. Sehingga saat ini di Kabupaten Sragen telah berhasil membudidayakan tanaman Gaharu serta memiliki petani binaan.

Menurut Kepala SMK Negeri I Kedawung, Drs. Lubis Isa, pihaknya telah berhasil mengambangkan budidaya pohon Gaharu, dengan sangat baik. Bahkan mungkin Sragen adalah satu-satunya Kabupaten di Provinsi jawa Tengah yang berhasil mengambangkan budidaya Gaharu jenis unggul, jelas Isa. Saat ini tidak kurang dari 2000 batang pohon telah tumbuh subur dan akan berpotensi menghasilkan bibit dan gubal Gaharu.

Cara Berbudidaya Tanaman Gaharu
Untuk bisa segera dipanen, Gaharu disuntik cendawan, tujuannya agar gaharu mati dan gubal yang harum segera muncul. Batang gaharu Aquilaria malaccensis yang telah berumur minimal 5 tahun dibor secara spiral. Artinya, setiap ujung bidang gergaji pertama akan bersambungan dengan bidang gergaji kedua. Begitu selanjutnya. Bidang gergajian itulah yang diberi cendawan.

Setahun pasca penyuntikkan gubal sudah dapat dituai. Teknik sebelumnya, antar bidang gergaji tidak saling berhubungan. Interval antar bidang sekitar 10 cm dan perlu 2-3 tahun menuai gubal. Modifikasi teknologi pemberian cendawan itu dikembangkan oleh Drs Yana Sumarna MSi, periset Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Ia memberikan cendawan Fusarium spp pada setiap batang gaharu. Setahun berselang, ia bisa memanen 10 kg gubal gaharu dari pohon umur 6 tahun. Cara ini lebih efektif dibandingkan teknik lama lantaran teknik spiral mampu menahan pohon tetap berdiri kokoh walau ditiup angin kencang.

Untuk memulainya, siapkan alat yang diperlukan: bor kayu dengan mata bor berdiameter 13 mm untuk melubangi batang, gergaji, spidol sebagai penanda tempat pelubangan, alat ukur, kapas, spatula, pinset, alkohol 70%, lilin lunak dan bibit gubal berupa cendawan. Proses pengerjaannya sederhana, dengan tahap-tahap sebagai berikut :

1. Siapkan inokulan berupa cendawan untuk membantu proses terbentuknya gubal. Beberapa contoh cendawan padat adalah Diplodia sp, Phytium sp, Fusarium sp, Aspergillus sp, Lasiodiplodia sp, Libertela sp, Trichoderma sp, Scytalidium sp, dan Thielaviopsis sp. Cendawan itu diperbanyak dengan mencampur satu sendok cendawan dan 100 gram limbah serbuk kayu gaharu. Simpan satu bulan di botol tertutup rapat.
2. Buat tanda di lapisan kulit pohon berdiameter 10 cm dengan spidol untuk menentukan bidang pengeboran. Titik pengeboran terbawah, 20 cm dari permukaan tanah. Buat lagi titik pengeboran di atasnya dengan menggeser ke arah horizontal sejau 10 cm dan ke vertikal 10 cm. Dengan cara sama buatlah beberapa titik berikutnya hingga setelah dihubungkan membentuk garis spiral.
3. Gunakan genset untuk menggerakkan mata bor. Buat lubang sedalam 1/3 diameter batang mengikuti garis spiral bidang pengeboran.
4. Bersihkan lubang bor dengan kapas yang dibasuh alkohol 70% untuk mencegah infeksi mikroba lain.
5. Masukkan cendawan ke dalam lubang dengan menggunakan sudip. Pengisian dilakukan hingga memenuhi lubang sampai permukaan kulit.
6. Tutup lubang yang telah diisi penuh cendawan dengan lilin agar tak ada kontaminan. Untuk mencegah air merembes, permukaan lilin juga ditutup plester plastik.
7. Cek keberhasilan penyuntikan setelah satu bulan. Buka plester dan lilin. Inokulasi cendawan sukses jika batang berwarna hitam. Setelah itu buat sayatan ke atas agar kulit bawah terkelupas. Ini memudahkan untuk membuka dan menutup saat pengecekan selanjutnya.
8 . Satu tahun kemudian gaharu dipanen. Untuk meningkatkan keberhasilan, pekebun menambahkan senyawa pemicu stres. Dengan begitu daya tahan gaharu melemah, cendawan mudah berkembang biak, dan gubal pun lebih cepat terbentuk.

Analisa Bisnis Budidaya Gaharu
Analisa biaya dan keuntungan dari budidaya pohon penghasil gaharu, pada luasan tanah 2.000 m2 (140 ubin), jangka waktu 10 tahun. Dengan jarak tanam 3 X 4 luas tanah 2.000 m2 (asumsi 50 m X 40m) cukup ideal ditanami gaharu sebanyak 180 batang. Berikut ini adalah perincian biaya dan keuntungan dari budidaya pohon penghasil gaharu:

1. Biaya
Biaya sendiri kita bedakan menjadi 3 yaitu: biaya tahap 1 (pengadaan bibit,penanaman dan perawatan di tahun pertama), biaya tahap 2 (perawatan tanaman pada tahun ke-2 sampai tahun ke-7), dan biaya tahap 3 (inokulasi dan perawatan pasca inokulasi tahun ke-8 sampai tahun ke-10).

a. Biaya tahap 1:
- pembelian bibit 180btng @ Rp.25.000 = Rp. 4.500.000
- pupuk kandang 500kg @ Rp.250 = Rp. 125.000
- pestisida (furadan,stiko,dll = Rp. 150.000
- tenaga penanaman = Rp. 50.000
- tenaga perawatan = Rp. 300.000
JUMLAH = Rp. 5.125.000

b. Biaya tahap 2:
- pupuk kandang = Rp. 750.000
- pupuk pabrik = Rp. 1.000.000
- pestisida = Rp. 900.000
- tenaga perawatan = Rp. 1.800.000
JUMLAH = Rp. 4.450.000

c. Biaya tahap 3:
- pembelian fusarium sp 180 botol @Rp.100.000= Rp. 18.000.000
- tenaga inokulan = Rp. 36.000.000
- tenaga perawatan = Rp. 1.000.000
- tenaga panen = Rp. 10.000.000
JUMLAH = Rp. 65.000.000

Jumlah a+b+c = Rp. 74.575.000

2. Penerimaan

Dengan asumsi bahwa tingkat keberhasilan inokulasi adalah 75% saja, dari 180 batang tanaman cuma menghasilkan 135 batang pohon saja yang bisa dipanen. Satu batang pohon gaharu dengan masa inokulasi 3 tahun menghasilkan rata-rata 2 kg gubal, 10 kg kemedangan, dan 20 kg abu. Sehingga total yang dihasilkan dari 135 batang adalah 270 kg gubal, 1.350 kg kemedangan, dan 2.700 kg abu.
a. gubal 270 kg @ Rp.7.000.000 = Rp.1.890.000.000
b. kemedangan 1.350 kg @ Rp.2.000.000 = Rp.2.700.000.000
c. abu 2.700 kg @ Rp.200.000 = Rp. 540.000.000

Jumlah = Rp.5.130.000.000

3. Keuntungan
Penerimaan – Biaya = Rp.5.130.000.000 – Rp. 74.575.000 = Rp.5.055.425.000

Rata-rata perpohon gaharu umur 7 tahun dengn masa inokulasi 3 tahun (tahun ke-8 sampai tahun ke-10), menghasilkan 25 juta rupiah lebih.
Jadi, dari investasi sebanyak 74 jutaan, berpotensi menghasilkan 5 milyar rupiah dalam kurun waktu 10 tahun. Seiring waktu, harga jual tanah juga meningkat. Tidak ada ruginya kan investasi di kebun?

Selasa, 02 Agustus 2011

Cengkeh

(Syzygium aromaticum, (Linn.) Merr.) 

Sinonim :
Syzygium Perry. Eugenia caryophyllata, Thumberg. E.caryophyllus, Sprengel. Caryophyllus aromaticus, Linn. Jambos carryhophyllus, Spreng.

Familia :
Myrtaceae


Uraian :
Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki batang pohon besar dan berkayu keras, cengkeh mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun , tingginya dapat mencapai 20 -30 meter dan cabang-cabangnya cukup lebat. Cabang-cabang dari tumbuhan cengkeh tersebut pada umumnya panjang dan dipenuhi oleh ranting-ranting kecil yang mudah patah . Mahkota atau juga lazim disebut tajuk pohon cengkeh berbentuk kerucut . Daun cengkeh berwarna hijau berbentuk bulat telur memanjang dengan bagian ujung dan panggkalnya menyudut, rata-rata mempunyai ukuran lebar berkisar 2-3 cm dan panjang daun tanpa tangkai berkisar 7,5 -12,5 cm. Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan tangkai pendekserta bertandan. Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna keungu-unguan , kemudian berubah menjadi kuning kehijau-hijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua. Sedang bunga cengkeh keringakan berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas sebab mengandung minyak atsiri. Umumnya cengkeh pertama kali berbuah pada umur 4-7 tahun. Tumbuhan cengkeh akan tumbuh dengan baik apabila cukup air dan mendapat sinar matahari langsung. Di Indonesia , Cengkeh cocok ditanam baik di daerah daratan rendah dekat pantai maupun di pegunungan pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut.




Nama Lokal :
Clove (Inggris), Cengkeh (Indonesia, Jawa, Sunda), ; Wunga Lawang (Bali), Cangkih (Lampung), Sake (Nias); Bungeu lawang (Gayo), Cengke (Bugis), Sinke (Flores); Canke (Ujung Pandang), Gomode (Halmahera, Tidore);

Senin, 01 Agustus 2011

Peluang Pasar Kopi Spesialty


Indonesia memiliki kesempatan dalam industri kopi jenis specialty karena akhir-akhir ini jenis kopi specialty mempunyai pasar yang lebih baik. Di Amerika jenis kopi specialty menguasai 8% dari total $ 18 miliar pasar kopi. Di Amerika terdapat sekitar 24.000 warung kopi yang menyediakan kopi jenis specialty. Pasar ini bertambah sekitar 20% per tahun. Bahkan baru-baru ini Mac Donald juga masuk ke pasar kopi specialty dengan Mc. Caf sehingga permintaan pasar terhadap kopi specialty ini akan terus berkembang dari waktu ke waktu. 

Harga dasar bagi kopi Arabika Indonesia berkisar $ 3.00 per kilogram, harga ini merupakan harga premium di atas New York. Sebagian dari jenis kopi ini (10-15 %) dijual dengan harga premium hingga $ 4.00 per kg. Pembeli membayar dengan harga premium untuk kopi yang berasal dari daerah yang sudah terkenal seperti Jawa, Lintong, Toraja dan Gayo, serta dari daerah produksi baru Flores. Kopi jenis ini dibeli oleh para pemilik warung kopi besar seperti Starbuks dan para penjual kopi lain yang lebih kecil, membeli kopi melalui importer di Amerika, Eropa dan Jepang. Keistimewaan Kopi Specialty adalah kopi yang mempunyai kualitas dan cita rasa spesifik, yang pada umumnya dari Kopi Arabika. Kopi Arabika ini dapat tumbuh dengan baik pada dataran tinggi dengan ketinggian di atas 1.000 m di atas permukaan laut (dpl). Kopi specialty ini mempunyai pasar yang luas di Amerika dan mempunyai potensi yang terus berkembang, sehingga produksi kopi specialty ini sangat baik untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani kopi Indonesia. Kopi specialty mempunyai keistimewaan, yaitu dapat memperoleh harga premium (harga yang sangat tinggi) apabila dipasarkan pada negara yang menghendakinya. Harga yang sangat tinggi ini disebabkan karena citarasa kopi specialty yang sangat digemari oleh para konsumen di Amerika. Cita rasa kopi ditentukan oleh beberapa hal, di antaranya aroma kopi, rasa, tingkat keasaman, tekstur, rasa tertinggal dan keseimbangan antara rasa, tingkat keasaman, tekstur dan rasa tertinggal. Untuk menciptakan rasa kopi yang terbaik sering dilakukan pencampuran dari beberapa komponen dengan maksud untuk memunculkan bagian terbaik dari setiap komponen tersebut.